Monday, March 3, 2014

Bermain dan Belajar di Tahun Pertama Sekolah Dasar

Keputusan untuk mengirimkan Si Sulung ke scuola elementare/primaria (bahasa Italia: sekolah dasar--SD) tahun ini merupakan keputusan yang tidak mudah. Usianya yang masih 5,5 tahun termasuk tidak disarankan untuk masuk SD (usia yang disyaratkan untuk masuk SD di Italia sudah mencapai 6 tahun pada bulan Desember tahun pelajaran yang dimaksud, dengan toleransi hingga 31 Maret tahun berikutnya. Si Sulung lahir di bulan Februari). Akan tetapi kami melihat kesiapan mentalnya, kemauan kuatnya untuk masuk SD, yang menurut prediksi kami dia akan bosan jika tetap berada di scuola materna (bahasa italia: taman kanak-kanak--TK).

Upaya memilih sekolahpun tak main-main. Sengaja kami mendatangi open house beberapa sekolah negeri untuk melihat fasilitas dan metode yang mereka kembangkan. Pilihan kami jatuhkan pada Istituto Comprensivo "Parco della Vittoria" Scuola Primaria Giacomo Leopardi yang terletak di dalam kompleks Taman Kota "Parco della Vittoria" yang letaknya sekitar dua kilometer dari rumah. Sekolah negeri ini termasuk pengikut metode Montessori, meski tidak sepenuhnya karena diadaptasikan dengan kurikulum nasional, dan banyak memiliki kegiatan alternatif yang sangat membantu proses pendidikan.

Jam Pelajaran Sekolah
Sekolah ini menerapkan jam sekolah penuh waktu, dari jam 8.15 pagi hingga 16.20. Tapi jangan membayangkan anak-anak akan duduk seharian di kursi mereka sepanjang waktu itu. Di kelas Si Sulung, misalnya, pelajaran pagi dimulai jam 8.30-10.30, istirahat pagi (anak-anak mendapatkan kudapan yang disediakan sekolah), lalu mereka bermain di luar kelas di bawah pantauan seorang guru. Anak-anak di sekolah ini beruntung karena memiliki hutan pinus dalam kompleks sekolah, dimana mereka masih bisa menemukan dan mengeksplorasi perilaku binatang dan tumbuhan di setiap musim dan pergantiannya. Bahkan, seringkali, pelajaran ilmu alam dimulai dari temuan mereka di hutan pinus ini. Seperti ketika seorang teman Si Sulung menemukan sebuah ulat dan mereka memutuskan untuk memeliharanya, menempatkannya dalam sebuah kotak dan anak-anak bergiliran untuk memberinya makan dan membersihkan kotaknya dan bersama-sama membuat catatan pertumbuhan dan metamorfosis Si Ulat Kecil Kuning, demikian mereka menamainya. Atau, yang terbaru, mereka berteman dengan Tito, seekor tupai yang acapkali mengintip mereka yang sedang bermain di hutan pinus.

Acara bermain dan belajar di luar ruang kadang digantikan dengan acara menggambar atau membuat pekerjaan tangan di dalam kelas ketika cuaca kurang bersahabata (hujan deras atau salju). Kedatangan seorang guru khusus untuk paper craft, memberikan inspirasi bagi anak-anak untuk membawa kertas bekas dari rumah, menyimpannya di kelas dan mengolahnya pada jam keterampilan atau di jam istirahat dimana mereka tidak bisa keluar kelas.

Makan siang dilakukan bersama di sebuah aula besar, bersama beberapa kelas lainnya secara bergiliran. Usai makan siang, mereka diberikan lima belas menit untuk bermain lagi, membiarkan perut mereka mencerna makanan, sebelum akhirnya mereka kembali ke kelas untuk melanjutkan pelajaran dalam keadaan (mayoritas) duduk.

Metode Pembelajaran
Aku masih ingat minggu pertama Si Sulung masuk SD. Setiap pulang sekolah aku bertanya pada Si Sulung, "Bagaimana hari ini? Kamu senang?", baru kemudian bertanya, "Kamu belajar apa hari ini?" Si Sulung pun menjawab, "Gak belajar apa-apa tuh! Kami hanya bermain!"

"Hari ini kami diminta mengambil kertas kosong berwarna-warni, yang mendapatkan kertas dengan warna yang sama, harus duduk di meja yang sama. Setelah itu, kami diberikan selembar kertas kosong dan diminta menggambar apapun yang muncul di benak kami pertama kali hari ini." (Cerita hari pertama)
"Tadi kami dibagi dalam beberapa kelompok, lalu masing-masing diminta menyebutkan nama teman di satu kelompok. Lalu aku diberi kertas berwarna merah dan diminta mencari teman lain yang memiliki kertas warna merah juga. Kami jadi kelompok baru, lalu diminta lagi menyebutkan nama teman di kelompok merah, satu per satu." (Cerita hari kedua)

Di akhir minggu pertama, aku dan suami tidak sabar melihat buku tulisnya, apa yang ia pelajari minggu itu. Di hari Jumat, dia pulang dengan sebuah buku tulis dengan tiga halaman (saja) yang terisi: satu halaman berisi gambar dan tulisan, satu halaman mewarnai dan satu halaman berisi tempelan selebaran dari sekolah untuk orang tua.



Di hari-hari berikutnya, hingga dua bulan pertama, metode gunting-tempel, mewarnai, menggambar, bermain peran dan metode bermain lainnya banyak dipakai untuk membantu anak-anak mengenal huruf dan angka. Prosesnya begitu mengalir, mengikuti irama perkembangan sebagian besar anak-anak di kelas yang bersangkutan. Jika ada satu-dua anak yang lebih cepat dari yang lain, maka ia sedikit direm tanpa mengekang hasrat ingin tahunya yang bisa jadi lebih besar dari yang lain. Sebaliknya, kalau ada satu-dua anak yang butuh dukungan, maka para guru, orang tua dan teman-temannya akan mendorongnya bersama-sama.

Kelas 1 SD merupakan periode penting, sebuah periode transisi dari TK yang banyak bermain (di Italia) menuju SD yang membutuhkan lebih banyak konsentrasi dan 'bekerja' (istilah Si Sulung). Karenanya, guru-guru di SD ini bersepakat untuk tidak memberikan penilaian berbasis angka pada pekerjaan para siswa, melainkan cara penilaian yang lebih bersimpati untuk mendorong anak-anak merasa lebih nyaman belajar di SD. Memang, di buku tulis Si Sulung tak kami temukan angka-angka penilaian, sebagai gantinya terdapat banyak senyum atau stiker lucu-lucu sebagai bentuk penghargaan atas kerja keras mereka dalam belajar.





Kami lega, kami merasa telah memilih sekolah yang tepat untuk Si Sulung. Sekolah yang tidak melulu mengejar target kurikulum, namun lebih pada esensi pendidikan itu sendiri: proses pembelajaran.



Saturday, April 7, 2012

Made in Indonesia #5: The Famous "Kutubaru" Top by Lemari Lila

"Yes, this is the (most) famous and wanted product in the beginning years of Lemari Lila."
With garutan kutubaru top in my 6th months of second pregnancy



It's the basic model, if I may call it so, since now Lemari Lila has another model that called asymetric kutubaru top.


I have some kutubaru tops, in vary colors, in different length of sleeves.
Some of them I ordered special for my second pregnancy.
Some other, I ordered in my 'normal' size but with two side opens, for breastfeeding purpose, of course.


Lemari Lila is not the only kutubaru top-maker, but Lemari Lila's kutubaru has a special character: using manual dye cotton as the main fabric. And, as usual, Lila, who claims her self as 'not designer', 'doesn't have proper sketching skill', shows her smart and natural instinct to combine the main fabric with other appropriate fabrics to create these beautifuls top.


It's more casual, I say. You can match it with anything, anyway. Traditional batik clothes: beautiful. Hareem pants: look great. Jeans: fabulous!




Purple kutubaru top in 3/4 sleeves combine with wrap pants

Brown kutubaru top combine with jeans shorts


So many varieties, rich of colors, but one sentence only to tell about them: I love them!

Friday, March 30, 2012

Made in Indonesia #4: Beautiful Black and White Series by Lemari Lila




I don't really remember when the first time I knew Lemari Lila.I still remember, however, my first strong sight when I saw the collections.Gorgeous!

Kebaya Stagen


Lila Imelda Sari, the owner, named it "Kebaya Stagen" since it combines the basic model of kebaya on top part and stagen style on the waist. Stagen is a kind of wide belt that made from wrapped long clothes, traditionally it's used by Javanese women to make their waist has better shape when they put kebaya. And Lemari Lila has combined it in a top! What a great idea!







Parang Baby Doll Dress

It's a dress as well as long top, whatever you want to name it!
It's made from soft paris cotton hand-stamped batik.

It's a chic dress, no wonders!


  

If you're interested on these collection, if you are in Indonesia contact Lemari Lila at http://www.facebook.com/lemari.lila?ref=ts
If you are in Italy or Europe, you can contact me on noviacici@gmail.com.


Be ethnic, be proud of made in Indonesia!

Sunday, March 18, 2012

Made in Indonesia #3: On the Go with Sew Stories

I knew Sew Stories for the first time on June 2011. And, I was one of Sew Stories clients for its first products. As usual, I'm a complicated buyer! Ahai! I asked so many revision from the original design: resize the clutch and add coin pocket for the travel-O wallet. 


Next, on August, I ordered a bag. A big size bag with lot of pockets. The long discussion with Imelda, the owner of Sew Stories, was started on August 2011. Starting with sending and tagging some sample of bags, the discussion was prolonged and prolonged with the choosing of fabrics, special request, etc. After the never end discussion, I got the first Gro-BAG, I guest, after the sample of course.

Julliane Clutch
First of all, I like the half-moon-like form and the combination between cotton or linen fabrics and synthetic leather. There are two size: medium (L=24 cm) and large (L=30 cm), but I wanted it between! Lucky me, at that time Imelda still had time to manage this 'special request', and finally it's realized on 27-28 cm long! Inside, Imel put two pockets: one pocket with zip for coins and one opened-pocket for cards. 


As I change bags often, this clutch is very very helpful. I put my important and daily needed personal things inside and I just need to replace the clutch every time I change my bag. Wolla! 










Travel-O Wallet
It is designed to keep passport and some more things such as ID cards, banking cards. At first time, I would like to use it for daily, so that I asked Imel to revise the design and put a coin pocket. Yes, she made it very well. I like the composition between red and brown color, between outside and inside fabrics. It's well done, trust me!
 


Gro-BAG

It's medium-to-big size (LxWxH = 38x30x20cm) with lot of pockets: two pockets in front, elastic pocket on left and right outside, other two elastic pockets on left and right inside, one big pocket and three little pockets inside. Gro-BAG comes along with two shoulder straps beside of the hand straps.








I adore this bag since it's voracious: you can put tons of things inside! My clutch, Kendra's diaper and clothes changing stuffs, snacks for Kaila, pocket camera, and some more things. Thanks for the designs which allow us to find the things easily. 



I'm happy that Sew Stories now is growing, not only bigger but also, more important in my opinion, more creative and rich of ideas.  The "longer and limited order list" is a consequence after that. Thanks for the new selling strategy by issuing ready stock collections. More people (read: women) adore the products. Lot of Sew Stories admirers keep their eyes on facebook wall to made them not miss the new ready stock items.


Well done, Sew Stories team! 

Thursday, March 1, 2012

Made in Indonesia #2: Talullah Belle feat Sew Stories



"... It's not always about ethnic style, it's more about made in Indonesia, made by Indonesian hands, by Indonesian women. ..."



Levina vintage style-dress by Talullah Belle
of Lila Imelda Sari













Levina dress feat Gro-BAG by Sew Stories








Made in Indonesia #1: Antul feat Naini Dsign & Moon Addict






I'm here, in Italy, in another part of world, far away from Indonesia.
My heart still there, anyway.
Once or twice a week I eat Indonesian food.
Once in every week I read Indonesian women magazine.
And ... almost everyday I put Indonesian outfit.











Yes, I proudly present
"made in Indonesia"



Kebaya Antul by Didi Kebaya Encim
Lining Natik Necklace by Naini Dsign
'Moon Addict' Keds Batik Shoes by Rembulan Indira

Wednesday, February 29, 2012

Diet Bayi: Sebuah Pembuka Obrolan

Sekilas tentang 'Diet'
Apakah kau termasuk orang yang mengaosiasikan kata 'diet' sekedar dengan mengurangi makanan atau menguruskan badan? Ehm, bisa jadi pemaknaan itu benar, tapi terlalu sempit, sebenarnya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan (KBBI Daring), disebutkan 'di·et /diĆ©t/ n Dok aturan makanan khusus untuk kesehatan dsb (biasanya atas petunjuk dokter)' http://bahasa.kemdiknas.go.id/kbbi/index.php. Sementara di Wikipedia, kata 'diet (nutrisi)' merujuk pada 'jumlah makanan yang dikonsumsi oleh manusia atau makhluk hidup lainnya. [lihat http://en.wikipedia.org/wiki/Diet_(nutrition)]


Tapi ... bayi berdiet? Kenapa enggak? Harus, malah! Ketika para ibu hanya memberikan ASI eksklusif selama enam bulan pertama, itulah diet! Dilanjutkan dengan Makanan Pendamping ASI (MPASI) melalui tahapan-tahapan sesuai perkembangan si bayi, itu juga diet. Jadi, gak perlu merasa aneh ketika mendengar frase 'diet bayi' ;)


Usia bayi 6 bulan bisa jadi usia penuh tantangan bagi para orangtua. Dilema "kepraktisan vs kesehatan" seringkali membentang di depan mata, belum lagi "modern vs tradisional", "lokal vs impor", "elit vs ndeso", hingga "mahal vs murah". Aku sendiri sih tidak terlalu suka mempertentangkan semua itu, karena bisa jadi setiap nilai di atas akan berlangsung berbeda pada situasi yang khas. Praktis bukan berarti tidak sehat; kalau kau ingin mengajak bayimu jalan-jalan ke gunung atau hutan seharian penuh, makanan bayi siap santap yang sehat tentu menjadi pilihan yang paling memungkinkan; praktis dan sehat bisa berjalan seiring tanpa harus dipertentangkan. 


Modern? Tradisional? Dilihat dari kacamata siapa dulu? Aku yang tinggal di Italia, keju adalah makanan lokal tradisional, yang di Indonesia menjadi makanan impor modern. Singkong, ubi jalar, buah mangga, pisang; di Indonesia menjadi makanan lokal yang sehat, di sini dia menjadi makanan impor yang harus dipastikan kualitasnya; bagaimana mereka dikirimkan melalui jasa pengiriman laut berminggu-minggu dan menjaga mereka tetap segar atau siap dimakan ketika sampai negara tujuan?




Selain bertanya dan berdiskusi dengan sesama orang tua beranak balita, aku juga suka menelusur artikel di internet dan membeli buku tentang MPASI dan menu untuk balita. Salah satu buku yang aku suka adalah Il Cucchiaino. Setelah membacanya, aku makin suka. Kenapa?


Pertama, buku ini ditulis oleh Miralda Colombo, seorang ibu muda, berdasar pengalamannya dengan anaknya yang berumur sekitar dua tahun. Dia memadukan resep tradisional warisan nenek dan ibunya, anjuran pediatra dan ahli gizi, hasil jelajahnya dari artikel/buku italia dan internasional, serta--ini yang paling penting menurutku--hasil eksplorasi dia dengan anaknya. Di sini, ia mencoba memberikan jawaban bahwa cara-cara tradisional tak harus dipertentangkan dengan yang modern.





Ada beberapa hal menarik yang aku temukan dalam buku ini.
Pertama, ia tidak hanya memuat resep untuk si bayi, tapi juga beberapa resep untuk anggota keluarga lain berbasis bahan dasar yang sama untuk makanan si bayi. Cara ini sangat membantu bagi ayah atau ibu yang tidak punya banyak waktu dan bisa menghemat belanja juga tentunya ;)
Kedua, falsafah dia tentang bahan yang dipilih untuk menyiapkan MPASI.
"Penting untuk mengenalkan berbagai makanan kepada si anak, termasuk dari belahan dunia lain, tapi yang lebih penting adalah mengutamakan bahan yang segar dan sesuai dengan musimnya."
Ini artinya, utamakan produk lokal, sesuai musim (untuk menghindari makanan yang diawetkan secara tidka alami), dan kalau bisa organik. 


Para Ayah, Ibu, ini sekelumit cerita pembukaku tentang makanan untuk bayi dan anak, juga untuk kita :) Kamu punya cerita apa?